Selasa, 30 April 2013

tugas 2 TOU 2




1.      PERILAKU KONSUMEN

Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarianpemilihanpembelianpenggunaan,sertapengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang. 


Pemahaman akan perilaku konsumen dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah strategi pemasaranyang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli. Ke dua, perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik. Misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya tersebut. Aplikasi ke tiga adalah dalam halpemasaran sosial (social marketing), yaitu penyebaran ide di antara konsumen. Dengan memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif.Dan juga dapat memberikan gambaran kepada para pemasar dalam pembuatan produk,pnyesuaian harga produk,mutu produk,kemasan dan sebagainya agar dalam penjualn produknya tidak menimbulkan kekecewaan pada pemasar tersebut.

PENDEKATAN TEORI PERILAKU KONSUMEN :

Ø  Pendekatan Nilai Guna (Utility) Kardinal, dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif.

Ø  Pendekatan Nilai Guna (Utility) Ordinal, manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsi barang-barang tidak dikuantifikasi.

2.      SURPLUS KONSUMEN

Surplus konsumen, yaitu kelebihan atau perbedaan antara kepuasan total atau total utility (yang dinilai dengan uang) yang dinikmati konsumen dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu dengan pengorbanan totalnya (yang dinilai dengan uang) untuk memperoleh atau mengkonsumsikan jumlah barang tersebut.

Apa yang Diukur oleh Surplus Konsumen?

Tujuan mempelajari konsep surplus konsumen ini adalah untuk membuat penilaian normatif tentang diinginkan atau tidaknya hasil yang dibuahkan oleh mekanisme pasar. Surplus konsumen pada dasarnya mengukur manfaat atau keuntungan yang diterima pembeli dari suatu barang, berdasarkan penilaian konsumen itu sendiri. Kunci untuk tetap menyadari pentingnya surplus konsumen adalah dengan menghormati preferensi (pilihan atau kecenderungan perilaku) pembeli. Namun disebagian besar pasar kita dapat menyimpulkan dengan aman bahwa surplus konsumen merupakan cerminan kesejahteraan ekonomis para konsumen. Para konsumen biasanya mengasumsikan bahwa para pembeli adalah para pembuat keputusan yang rasional sehingga preferensi mereka harus dihormati.

3.      ELASTISITAS HARGA

Elastisitas harga adalah tingkat kepekaan relatif dari jumlah yang diminta konsumen, akibat adanya perubahan tingkat barang. Dengan kata lain elastisitas harga adalah perubahan proporsional dari sejumlah barang yang diminta dibagi dengan perubahan proporsional dari harga

a.       Konsep Dasar Elastisitas
Elastisitas merupakan salah satu konsep penting untuk memahami beragam permasalahan di bidang ekonomi. Konsep elastisitas sering dipakai sebagai dasar analisis ekonomi, seperti dalam menganalisis permintaan, penawaran, penerimaan pajak, maupun distribusi kemakmuran.

Dalam bidang perekonomian daerah, konsep elastisitas dapat digunakan untuk memahami dampak dari suatu kebijakan. Sebagai contoh, Pemerintah Daerah dapat mengetahui dampak kenaikan pajak atau susidi terhadap pendapatan daerah, tingkat pelayanan masyarakat, kesejahteraan penduduk, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, dan indikator ekonomi lainnya dengan menggunakan pendekatan elastisitas. Selain itu, konsep elastisitas dapat digunakan untuk menganalisis dampak kenaikan pendapatan daerah terhadap pengeluaran daerah atau jenis pengeluaran daerah tertentu. Dengan kegunaannya tersebut, alat analisis ini dapat membantu pengambil kebijakan dalam memutuskan prioritas dan alternatif kebijakan yang memberikan manfaat terbesar bagi kemajuan daerah.  Elastisitas dapat mengukur seberapa besar perubahan suatu variabel terhadap perubahan variabel lain. Sebagai contoh, elastisitas Y terhadap X mengukur berapa persen perubahan Y karena perubahan X sebesar 1 persen.
Elastisitas Y terhadap X= % perubahan Y / % perubahan X
Elastisitas Permintaan (Price Elasticity of Demand)
Elastisitas permintaan adalah tingkat perubahan permintaan terhadap barang/jasa, yang diakibatkan perubahan harga barang/jasa tersebut. Besar atau kecilnya tingkat perubahan tersebut dapat diukur dengan angka-angka yang disebut koefisien elastisitas permintaan.

b.      Macam-macam Elastisitas Permintaan
Berdasarkan nilainya, elastisitas permintaan dapat dibedakan menjadi lima, yaitu permintaan
inelastis sempurna, inelastis, elastis uniter, elastis, dan elastis sempurna.  

1.      Permintaan Inelastis Sempurna (E = 0)
Permintaan inelastis sempurna terjadi ketika perubahan harga yang terjadi tidak berpengaruh terhadap jumlah permintaan (koefisien E = 0). Kurva Permintaan Inelastis Sempurna

2.   Permintaan Inelastis (E < 1)
Permintan inelastis terjadi jika perubahan harga kurang berpengaruh pada perubahan permintaan. Nilai E < 1, artinya kenaikan harga sebesar 1 persen hanya diikuti penurunan jumlah yang diminta kurang dari satu persen, sebaliknya penurunan harga sebesar 1 persen menyebabkan kenaikan jumlah barang yang diminta kurang dari 1 persen.

c.       Permintaan Elastis Uniter (E = 1)

Permintaan elastis uniter terjadi jika perubahan permintaansebanding dengan perubahan harga. Koefisien elastisitas permintaan uniter adalah satu (E = 1), artinya kenaikan harga sebesar 1 persen diikuti oleh penurunan jumlah permintaan sebesar 1 persen, dan sebaliknya.
Kurva Permintaan Elastis Uniter

d.      Permintaan Elastis (E > 1)

Permintaan elastis terjadi jika perubahan permintaan lebih besar dari perubahan harga.
Koefisien permintaan elastis bernilai lebih dari satu (E > 1), artinya kenaikan harga sebesar
1 persen menyebabkan kenaikan jumlah permintaan lebih dari 1 persen, dan sebaliknya. Kondisi ini biasanya terjadi pada permintaan permintaan terhadap mobil dan barang mewah lainnya. Kurva Permintaan Elastis.

e.       Permintaan Elastis Sempurna (E = ~)

Permintaan elastis sempurna terjadi jika perubahan permintaan tidak dipengaruhi sama sekali oleh perubahan harga. Kurvanya akan sejajar dengan sumbu X atau Q (kuantitas barang). Kurva Permintaan Elastis Sempurna .




Elastisitas Permintaan dan Total Penerimaan

Perhitungan elastisitas biasanya dimanfaatkan oleh pengambil keputusan yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan. Secara sederhana, total penerimaan dapat didefinisikan sebagai perkalian antara harga dengan kuantitas barang dan jasa yang terjual, misalnya jumlah pendapatan yang diterima sebagai hasil dari penjualan barang dan jasa. Total penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
TR = P x Q
Keterangan:
TR: total penerimaan
P: harga output
Q: kuantitas/jumlah output

Konsep elastisitas dapat diimplementasikan secara luas dalam bidang keuangan daerah. Berikut ini akan dipaparkan beberapa contoh penggunaan konsep elastisitas yang biasa digunakan dalam cabang ekonomi publik, terutama mengenai dampak pemungutan pajak dan program subsidi yang dilakukan oleh pemerintah.
Pajak
Diasumsikan bahwa produksi mobil memiliki struktur biaya tetap sehingga kurva penawaran mobil sejajar dengan sumbu horisontal sebagaimana terlihat dalam Gambar 11. Sebelum dikenakan pajak penjualan, harga mobil sebesar P dan keseimbangan terjadi pada kuantitas mobil Q1 (titik potong kurva penawaran S dengan kurva permintaan D). Setelah produksi mobil dikenakan pajak penjualan dengan tarift, maka kurva penawaran S bergeser ke atas menjadi S’ dengan tingkat harga (1 + t) P. Kenaikan kurva penawaran tersebut mengakibatkan keseimbangan pasar terjadi pada kuantitas mobil yang lebih kecil, sebesar Q2. Penerimaan pemerintah dari pajak penjualan mobil sebesar area abeIc.
Akibat adanya pajak penjualan sebesart, harga mobil yang mula-mula P naik menjadi (1 + t) P yang berarti konsumen membayar mobil dengan harga yang lebih tinggi. Karena kurva penawaran sejajar dengan sumbu datar (elastis sempurna) maka sebenarnya seluruh beban pajak ditanggung oleh konsumen, meskipun yang membayar pajak penjealan kepada pemerintah adalah produsen. Jadi produsen mobil yang selaku pihak wajib pajak dapat menggeserkan beban pajak penjualan kepada konsumen dengan cara menaikkan harga penjualan.
Jumlah surplus konsumen dengan penerimaan pajak sebesar area aeId, sedangkan jumlah surplus konsumen mula-mula sebesar area aed. Dalam hal ini, produsen menggeser seluruh beban pajak kepada konsumen karena surplus konsumen berkurang. Sementara itu selisih area sebesar beeI yang tidak diterima oleh siapapun yang merupakan kerugian akibat pengenaan pajak yang umum disebut sebagai excess burden (Gambar 11).


105
penawaran suatu barang, akan semakin kecil kemampuan produsen untuk menggeserkan
beban pajak kepada konsumen.
Dari sisi kurva permintaan, semakin elastis kurva permintaan suatu barang, semakin kecil beban pajak yang dapat digeserkan oleh produsen kepada konsumen. Sebaliknya, semakin tidak elastis kurva permintaan barang tersebut, semakin besar beban yang dapat digeserkan oleh produsen kepada konsumen.
Subsidi
Subsidi komoditas telah menjadi bagian yang penting dalam sistem fiskal di banyak negara, termasuk Indonesia. Subsidi disebut pula sebagai pajak negatif (negative tax). Seperti halnya pajak, subsidi dapat menimbulkan excess burden. Untuk mengilustrasikan dampak subsidi terhadap kesejahteraan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 13 dengan mengambil contoh pemberian subsidi pada komoditas makanan pokok beras.
Diasumsikan bahwa permintaan beras mengikuti garis permintaan D. Penawarannya diasumsikan elastis sempurna mengikuti garis horisontal S. Dengan kurva penawaran S dan kurva permintaan D, menghasilkan tingkat keseimbangan e yang berarti bahwa pada tingkat harga P maka kuantitas barang yang diminta sebesar B1.
Misalkan harga beras H di pasaran dianggap terlalu mahal oleh pemerintah, maka pemerintah memberikan subsidi terhadap barang tersebut agar seluruh masyarakat terutama masyarakat yang tergolong miskin dapat memenuhi kebutuhan primernya. Subsidi yang dilakukan pemerintah tersebut menyebabkan kurva penawaran S bergeser ke bawah menjadi S’ dan harga beraspun turun menjadi (1-s) P. Dengan penurunan harga tersebut akan meningkatkan kuantitas beras yang diminta menjadi B2.
Jika tujuan pemerintah melakukan subsidi adalah meningkatkan jumlah konsumsi maka program tersebut telah sukses dilakukan. Namun jika tujuan kebijakan adalah memaksimisasi kemakmuran, maka kebijakan tersebut harus dilihat lebih komprehensif lagi. Sebelum diberi subsidi, surplus konsumen sebesar mne dan setelah diberi subsidi menjadi mqe’. Keuntungan yang diperoleh konsumen meningkat sebesar qe’en. Dalam kasus ini, manfaat subsidi sepenuhnya dinikmati oleh konsumen. Meskipun demikian, jika melihat biaya yang dikeluarkan untuk program subsidi sebesar qe’vn, maka dapat disimpulkan bahwa biaya program subsidi dalam kenyataannya melebihi manfaat yang dihasilkan.
Apabila kurva penawaran lebih elastis daripada kurva permintaan, maka bagian dari subsidi tersebut yang dapat dinikmati oleh produsen akan semakin besar dan semakin besar pertambahan jumlah barang yang dapat ditawarkan oleh produsen. Sebaliknya, apabila
Hargaberasp
erkg
Excess
Kuantitas beras per tahun
B2
B1
(1-s) P
P
S’
S
D
e
e’
mn
q
v
Gambar 13
Ilustrasi Kebijakan Subsidi

106
kurva permintaan lebih elastis dibandingkan kurva penawarannya, maka akan semakin besar bagian subsidi yang dapat diterima oleh konsumen dan semakin kecil pertambahan jumlah barang yang dapat diproduksi oleh konsumen.
Beberapa Aplikasi Analisis Elastisitas
Penerapan analisis elastisitas di bidang ekonomi dapat ditemui dengan berbagai bentuk variasinya. Beberapa studi tentang elastisitas dan hasil interpretasinya dapat dilihat sebagai berikut.
1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seharusnya sensitif terhadap kenaikan Produk Domestik Regional Broto (PDRB). Namun demikian, analisis elastisitas PAD terhadap PDRB yang dilakukan oleh Bappenas (2003) pada pemerintah propinsi menunjukkan bahwa hanya 12 provinsi (41,37 %) yang mempunyai nilai elastisitas 1 (lebih dari satu). Hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan PDRB akan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD pada kedua belas provinsi tersebut. Sementara di 17 provinsi lain (58,62%), perubahan PDRB-nya tidak cukup mempengaruhi peningkatan PAD. Bagi daerah dengan elastisitas < 1 (kurang dari satu), patut diduga bahwa nilai tambah PDRB-nya lebih banyak keluar dari daerah tempat kegiatan perekonomian tersebut diselenggarakan.
2. Hutasuhut et al. pada tahun 2001 (Tabel 4) memfokuskan penelitian pada permintaan daging sapi dan ayam di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat periode 1990-1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa elastisitas pengeluaran terhadap daging sapi maupun daging ayam adalah positif. Hal tersebut mengisyaratkan terjadinya peningkatan permintaan terhadap kedua jenis barang tersebut ketika penghasilan konsumen meningkat. Namun demikian, elastisitas pengeluaran atas daging sapi bernilai kurang dari satu (inelastis), sedangkan elastisitas pengeluaran atas daging ayam bernilai lebih dari satu (elastis). Sementara itu, elastisitas silang antara kedua kelompok barang bernilai positif yang berarti kedua barang bersifat substitutif.
Tabel 4
Elastisitas Pengeluaran, Elastisitas Harga, dan Elastisitas Silang yang Dihitung pada
Nilai Rata-rata menurut Tahun, Provinsi, dan Wilayah Kota-Desa
Elastisitas Pengeluaran
Elastisitas Harga
Elastisitas Silang
Data
Kelompok
Daging Sapi
Kelompok
Daging Ayam
Kelompok
Daging Sapi
Kelompok
Daging Ayam
Kelompok Daging
Sapi dan Daging
Ayam
1990, Jawa
Barat, Kota
0,70
1,14
-0,92
-1,09
0,21
1990, DKI Jakarta
0,78
1,17
-0,91
-1,08
0,13
1993, Jawa
Barat, Desa
0,51
1,12
-0,92
-1,09
0,41
1993, Jawa
Barat, Kota
0,71
1,14
-0,92
-1,09
0,20
1993, DKI Jakarta
0,79
1,17
-0,91
-1,08
0,13
1996, Jawa
Barat, Desa
0,21
1,11
-0,93
-1,09
0,73
1996, Jawa
Barat, Kota
0,63
1,13
-0,92
-1,09
0,29
1996, DKI Jakarta
0,74
1,15
-0,92
-1,09
0,17
Sumber: Hutasuhut et al. (2001), diolah
Dari hasil penelitian tersebut, Hutasuhut et al. (2001) menyarankan kepada pemerintah Indonesia untuk memperkuat industri unggas domestik. Hal tersebut dikarenakan permintaan daging ayam cenderung memiliki tingkat responsivitas yang tinggi dibandingkan dengan permintaan daging sapi. Konsumen lebih cepat mengadaptasi jumlah konsumsi daging ayam jika terjadi perubahan harga.
Penggunaan Konsep Elastisitas dalam Perumusan Kebijakan di Daerah

Konsep elastisitas dapat digunakan untuk beragam kebutuhan analisis di daerah. Terkait kebijakan pembiayaan daerah, konsep elastisitas dapat berguna dalam menentukan sektor mana atau aktivitas mana yang dapat memberikan hasil yang paling signifikan atau yang menimbulkan biaya paling minimal. Dengan demikian, tidak terjadi pemborosan pembiayaan dan efisiensi pembiayaan daerah dapat tercipta.

Dalam penyediaan pelayanan publik di daerah, Pemerintah dapat menggunakan analisis elastisitas untuk mengetahui seberapa besar dampak peningkatan pengeluaran publik di suatu sektor terhadap peningkatan penerimaan (pajak dan retribusi) sektor tersebut. Sebagai penyedia barang dan jasa publik, Pemerintah Daerah dapat pula menganalisis dampak kenaikan tarif layanan umum terhadap berbagai faktor, misalnya terhadap pendapatan daerah. Di sisi lain, konsep elastisitas juga dapat berguna untuk mengukur dampak kebijakan subsidi terhadap peningkatan kualitas kehidupan masyarakat di daerah.  

Hasil analisis menggunakan konsep elastisitas juga dapat digunakan sebagai dasar atau ukuran dalam perencanaan, utamanya terkait target yang ingin dicapai. Dengan mengetahui elastisitas suatu variabel daerah terhadap variabel lainnya, Pemerintah Daerah dapat menentukan target berdasarkan elastisitas tersebut sekaligus menyusun langkah-langkah dan strategi yang akan dilakukan untuk mencapai target tersebut. Dengan demikian, kebijakan strategi dan prioritas pembiayaan daerah pun menjadi lebih efisien dan efektif.

Sumber :
Ø  http://untuktelematika.blogspot.com/
Ø  http://slamethidayatulloh.weebly.com/
Ø  http://arvisajah2.blogspot.com/2011/02/elastisitas-harga-permintaan-price.html
Ø  Modul 5: Teori Permintaan dan Pendekatan Utility
Teori Organisasi Umum 2 Halaman V-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar